Diogenes dari Sinope, Filsuf Gelandangan yang Sinis


Bacakun | Diogenes atau Diogenes dari Sinope, merupakan sosok filsuf yang eksentrik karena berbeda dari para filsuf umumnya yang memiliki sesuatu sebagai media mereka, namun tokoh satu ini berbeda dari semua itu, lebih memilih hidup layaknya gelandangan dan hidup serba cukup menurut pandangannya, kali ini kita akan bahas tuntas disini! 

Halo sobat Bacakun yang gemar membaca baik itu infornasi umum, sejarah, minat, dan sebagainya semuanya bisa menambah wawasan. Kali ini kita akan membahas riwayat kehidupan seorang filsuf Yunani yang merupakan cabang dari Socrates, Diogenes dari Sinope. 

Diogenes lahir di kota Sinope, kota bagian utara Turki pada kisaran abad ke-4 SM, tepatnya tahun 412 SM dan meninggal tahun 323 SM di Korintus, Yunani. Pada kehidupan awalnya, Diogenes harus menerima kehidupan pahit karena harus di usir dari tanah kelahirannya akibat keluarganya memalsukan mata uang yang tak disukai sistemnya itu. 

Diogenes memutuskan untuk pindah dan menetap di kota peradaban kuno di Yunani, yaitu Athena yang merupakan ibukota saat ini. Disana berusaha untuk mempelajari suatu aliran atau pengetahuan sebanyak mungkin, hal tersebut ternyata menjadikannya diterima sebagai muridnya Antisthenes, sang pencetus sinisme pertama. 

Setelah mempelajari aliran sinisme, Diogenes lebih mempelajari mengenai aliran lainnya, terutama asketisme yang menganggap urusan duniawi harus tak diutamakan, mirip zuhud kalau dalam agama Islam. Sedangkan sinisme sendiri merupakan menganggap orang lain itu buruk, karena hidup selalu tidak puas dan bermasyarakat bagaikan tirai yang menutupi mereka. 

Para penganut sinisme sendiri menganggap bahwa manusia harus bisa hidup puas dan apa adanya, harus lebih mengutamakan kepentingan rohani dan menyatu terhadap kepentingan alam sekitar. Artinya, sinisme bisa menganggap orang lain rendah karena kelakuan mereka yang tak menghargai alam dan tak merasa puas, jadi maksud sinis tak hanya negatif namun lebih positif. 

Jika Antisthenes dikenal sebagai pencetusnya, maka Diogenes adalah yang lebih mempopulerkannya dengan lebih mendalami aliran itu dan menyatakan pendapatnya terang-terangan bagaikan seekor anjing. Hal tersebut yang menjadikannya dijuluki filsuf anjing. 

Jika Socrates berpendapat manusia harus hidup dengan moral yang baik, justru Diogenes menganggap manusia kebanyakan telah menyepelekan kehidupan yang sebenarnya. Plato sendiri menjulukinya sebagai "Sokrates yang Pemarah" karena sifatnya tersebut. 

Diogenes bahkan menyalakan lampu penerangan di siang hari sambil berkeliling ke berbagai penjuru kota untuk mencari orang yang jujur. Maksudnya jujur disini adalah dia (seseorang) yang mampu menjadikan hidupnya serba kecukupan bagaikan Diogenes yang berlandaskan alam (rasionalis) dan apa adanya, tak terpaku kesenangan duniawi. 

Mungkin kebanyakan orang mengira hal tersebut aneh, namun hanya orang tertentu yang paham maksud tersebut terlebih jika orang itu juga sinis. Diogenes juga berpikiran bahwa menjadi manusia itu harus selalu mentaati kodrat alam, yaitu tak menuruti nafsu, hedon, dan kebanggaan diri dengan dunia ini. 

Diogenes juga pernah kedatangan tamu ketika sedang menikmati berjemur matahari di pagi hari. Tamu tersebut tak lain adalah Aleksander yang Agung yang menawarkan segala hal yang dimilikinya kepada sang filsuf gelandangan tersebut. Namun ternyata, Sang Penakluk tersebut diminta untuk minggir dari sinar matahari yang menyinari tubuh Diogenes. 

Tentu disini ada maknanya, bahwa Diogenes telah konsisten dan tak munafik dengan apa yang dia yakini selama ini untuk tak tergoda terhadap kekuasaan dan segala hal duniawi walaupun bisa didapatkan langsung, namun lebih memilih hidup merasa cukup berdasarkan asketis dan sinis bagi dirinya. 

Diogenes mempertahankan pemikirannya tersebut hingga kematiannya. Kisahnya telah dicatat oleh Diogenes Laertius dalam bukunya berdasarkan kisah hidup para filsuf, tak lupa sang sinis sendiri. Pandangannya ternyata berpengaruh, yaitu dengan telah mempengaruhi filsuf Zeno dari Citium, sang pencetus aliran Stoa. 

Lalu, apakah ada seseorang seperti Diogenes di dunia saat ini atau dalam sejarah yang ada? Dilansir dari ibtimes, ternyata ada! Orang Indonesia pula. Sosoknya tak lain adalah Ahmad Dahlan, sang pendiri Muhammadiyah. Mereka memiliki kesamaan untuk mengarahkan masyarakat kembali pada jalan yang baik dengan tak mengutamakan dunia disertai rasa yang selalu kurang puas terhadap segala sesuatu. 

Itu tadi ulasan singkat mengenai riwayat hidup dan sosok sebenarnya dari Diogenes dari Sinope, sang filsuf gelandangan yang sinis nan asketis menurut pandangannya masyarakat telah rusak. Bagaimana, apakah Anda juga termasuk penganut paham sinisme ini? 

Terima kasih telah membaca informasi ini mengenai sosok tokoh sejarah yang mungkin belum diketahui kebanyakan orang, semoga bermanfaat dan stay Bacakun! 

0 Response to "Diogenes dari Sinope, Filsuf Gelandangan yang Sinis"

Post a Comment